Kamis, 23 Desember 2021

Persimpangan Jalan

"persimpangan jalan"


Aku berjalan perlahan, tak berani memalingkan wajahku kearah belakang.
Suara yang terus memanggilku semakin dekat, aku tahu betul dengan suara itu. Ya, kejadian itu masih sangat terngiang dibenakku, kejadian dipersimpangan jalan yang aku lewati selepas membeli nasi goreng langgananku. Kejadian naas yang menimpa laki-laki paru baya yang bernama kakek Rojak. 
Kake Rojak adalah pemulung yang sering kali menyapaku sepulang sekolah. Namun, nasib sial menimpanya saat ia sedang ingin menyebrang jalan. 
Beberapa hari setelah kejadian itu, aku tak berani melewati persimpangan jalan ini.  sampai aku lupa dengan sendirinya mengenai kakek Rojak. 

“Nak tunggu” Suara yang sangat jelas aku dengar
Aku percepat langkah kakiku, sambil menenteng nasi goreng yang baru aku beli dan mengabaikan penggilan itu.
Aku terngiang dengan kakek Rojak. 
“Tunggu nak...” suara itu masih saja mengiringi langkah kakiku yang semakin cepat. Rasanya ingin berlari namun aku tidak bisa. 
“Tunggu...!” suara itu berhasil memberhentikan langkahku. Pundak ku terasa ada yang memegang dengan erat.

 Aku terdiam sejenak, bulu Romaku berdiri secara serentak. 
“Ampun..ampun kek” teriaku ketakutan

“Kakek, kakek memang saya ini kakek kamu, ini loh kembalian mu ketinggalan nak” kata Abang nasi goreng sambil memberikan sisa kebalianku. 
Aku lupa kalau uang yang aku berikan pecahan lima pulu ribuan.
Aku pikir itu jelmaan kakek Rojak.

Ah .. dasar aku...!


Tamat.





Rabu, 25 November 2020

mencari pesugihan part 5

Part 5 

      "Mencari pesugihan"


Sardi menengok kekanan dan kekiri tidak ada siapa-siapa, hanya ada monyet-monyet yang sedang memperhatikan. 

Dipandangi nya secara detail pohon pisang itu, lama kelamaan pohon pisang itu berubah menjadi ibu nya Sardi, mukanya pucat dan sedikit meneteskan air mata, kemudian pohon itu berubah menjadi pohon pisang kembali 
"Ibu mohon pulang nak" suara itu kembali 
"Astagfirulaaah, ibu" kata Sardi dengan kaget nya. 

Disisi lain, Didin dan kakek Mirsan sedang memperhatikan Sardi yang sangat bertele-tele untuk menebang pohon itu. 

"Din, tadi kamu sudah memastikan jantung pisang itu dimakan oleh Sardi kan" bisik kakek Mirsan kepada Didin 

"iya kek sudah, saya melihat sendiri Sardi mengigit jantung pisang itu" jawab Didin meyakinkan

"Kenapa Sardi lama sekali melakukan hal mudah seperti itu" saut kakek Mirsan merasa curiga. 

"Iya ya..jangan-jangan.." kata Didin heran belum sempat bicaranya selsai 

Sardi tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua  sambil membanting golok yang dipegangnya tadi untuk menebang pohon. 

"Saya tidak bisa melakukannya" kata Sardi sedikit emosi, air matanya berlinang 

"Loh Sar, kenapa ? Kamu hampir berhasil, itu hanya sebuah pohon pisang, sebentar lagi kamu kaya Sar, kamu bisa jadi bos seperti saya" jawab Didin menjelaskan dan membujuk Sardi kembali. 

"Ah.. cuma pohon pisang kamu bilang ? Saya melihat pohon-pohon pisang itu adalah keluarga saya Din" teriak Sardi emosi nya memuncak 
 
Kakek Mirsan dan Didin sangat kaget mendengar ucapan Sardi, dari mana ia tau bahwa pohon-pohon pisang itu hanya media tumbal pesugihan. Berarti benar kecurigaan nya tadi bahwa jantung pisang yang diberikannya tadi pagi tidak dimakan oleh Sardi. 

"Sar, semua butuh pengorbanan.. kamu hanya perlu menumbal kan salah satu dari mereka. Kamu bisa menumbalkan istri kamu yang bawel itu, dan kamu bisa mencari istri yang lebih muda dan cantik" kata Didin menjelaskan sambil meyakinkan Sardi.

"Gila kamu ya Din, Titin adalah istri ku, walaupun dia bawel dan kadang omongannya nyakitin tapi saya sangat mencintai dia Din, dia adalah cinta pertama saya, saya gak mau mengorban dia untuk hawa nafsu saya" kata Sardi suara nya semakin meninggi 

Kakek Mirsan hanya memandangi mereka berdua 

"Yasudah, gimana kalau ibu kamu, ibu kamu kan suda tua juga Sar"  jawab Sardi memberi solusi 

"Ibu ku ? Makin gila kamu Din, saya mau kaya untuk bahagia kan dia Din, kalau dia mati, buat apa saya kaya Din?" Teriak Sardi emosi nya semakin memuncak 

"Udah stop Din, intinya saya tidak mau mengorbankan mereka, termasuk anak-anak saya, saya ini mau kaya buat mereka, bukan untuk kesenangan pribadi saya. TITIK." semakin Sardi emosi. Lalu pergi kehalaman rumah. 

"Sar tunggu, kamu ini sudah sejauh ini, jangan sia-sia kan apa yang sudah kamu lakukan, tolong lah.. toh kamu sendiri kan yang ingin cepat kaya" teriak Didin 

"Ya saya memang mau kaya, tapi tidak mau mengorban kan keluarga saya sendiri, kalau dari awal kamu udah ngomong ada tumbal macam kaya gini, saya tidak akan pernah mau ikut sama kamu Din" kata Sardi masih emosi

"Trus sekarang kamu mau gimana Sar?" Tanya Didin
 
"Saya mau pulang sekarang juga, dan saya tidak mau berurusan sama kamu lagi Din, antar kan saya sampai keluar hutan ini dan jangan pernah kamu muncul dihadapan saya, saya juga akan merahasiakan semuanya" 

Kakek Mirsan hanya tersenyum, sepertinya dia pun senang kalau Sardi sadar dan tidak melanjutkan ritual tadi. 

"Bagus lah, berkurang 1 penghuni monyet disini" gumam kakek Mirsan 

Ternyata, monyet-monyet yang ada disitu adalah tumbal pesugihan dari orang yang melakukan pesugihan, salah satunya adalah anak sulung Didin yang telah menjadi monyet disitu. 

"Baik Sar, kalau kamu maunya seperti itu" kata Didin sambil masuk kerumah kakek Mirsan untuk berpamitan, namun kakek Mirsan sudah menghilang entah kemana. 

Singakt cerita, Sardi pulang ke kampung halaman dengan selamat, sampainya dikampung ia buru-buru kerumah ibu nya dilihat ibu nya memang sedang sakit, disitu sudah ada mantri yang sedang mengobati ibunya. Titin dan kedua anaknya juga hadir disitu. 

"Assalamualaikum Bu" salam Sardi sambil nangis tersedia seduh mencium pipi ibu nya. 

"Akhirnya kamu pulang nak, ibu tidak mau kamu tersesat lagi Sardi, bertobat lah nak" kata ibu Sardi sedikit sendu, sepertinya ibu Sardi sudah mengetahui apa yang terjadi kepada Sardi. 

"Iya Bu.. hampura Bu.. Sardi menyesal" jawab Sardi sambil resedu-sedu. 

Setelah itu Sardi memeluk Titin dan kedua anaknya, lalu meminta maaf. Titin yang sedari tadi sudah menangis melihat kedatangan Sardi. 

"Kang, maafin Titin ya, semua salah Titin, coba saja Titin tidak memaksa kang Sardi, coba Titin sedikit bersabar dan bersyukur apa yang telah didapat, Titin janji kang akan berubah" kata Titin menyesali perbuatannya

Ibu Sardi sudah sakit 1 Minggu lamanya, setelah kepergian Sardi pagi itu malamnya ibu Sardi sudah mulai tidak enak badan, bibi Sardi yang kemudian datang kerumah dan mengurus ibu nya itu memanggil seorang ustad, karna setiap malam ibu nya selalu mengigo memanggil nama sardi, pak ustad itu menyarankan agar selalu mengirim doa untuk Sardi dan selalu meminta pertolongan Allah SWT agar Sardi selalu dalam lindungan Nya. 

Mungkin karena doa doa dari ibu nya lah Sardi dapat tersadar dan untungnya Sardi mendapat firasat saat akan memakan jantung pisang itu, jantung pisang yang dibakar berfungsi untuk melupakan keluarga yang akan di tumbal kan dan tidak ada rasa penyesalan nanti nya, untung saja Sardi tidak menelan jantung pisang itu. Semua itu tidak lain berkat perlindungan Allah, sang Maha Pencipta masih sayang kepada Sardi. 

Kekayaan bisa didapat dengan kita bekerja keras, rejeki bukan semata mata hanya materi saja. Sardi tersadar harta yang paling berharga adalah keluarga, kekayaan materi bisa didapatkan kalau kita berusaha, selalu berikhtiar kepada Nya, serta selalu bersyukur dengan apa yang kita punya. Dari kejadian itu Sardi banyak mendapat pelajaran, kesenangan dunia hanya sementara. 

"Sardi loba-loba istigfar, solat tepat waktu, ngaji setiap hari walau satu ayat" pesan pak ustad kepada Sardi 
"Insyallah makhluk-makhluk itu tidak akan menghantui kamu, selalu minta perlindungan dari Gusti Allah nya" lanjut pak ustad 

Sardi hanya menganggukan kepala sambil menghapus air matanya. 

"Kamu Titin, selalu bersyukur berapapun hasil suami dapatkan, sedikit yang penting berkah. Banyak sabar, jangan tinggalkan solat, selalu kasih dukungan sama Sardi supaya makin giat bekerjanya" tutur pak ustad kepada Titin yang sedari tadi terisak. 

Titin hanya menganggukan kepala.

Sardi kembali bekerja dipasar seperti sedia kala, namun alhamdulilah sekarang ia bekerja di sebuah agen dan mempunyai penghasilan tetap. Hidupnya normal kembali, tiada hari tanpa bersyukur, Titin benar saja, dia sudah sedikit berubah, walau memang kebawelannya susah hilang tapi ia tidak lagi mengeluh masalah keuangan kepada Sardi. Keluarga nya kini semakin rukun dan bahagia walau Sardi hanya seorang karyawan disebuah agen sembako dipasar bukan bos atau pengusaha. 

Didin yang selalu jadi penghasut Sardi tidak terdengar cerita nya lagi, mungkin dia sudah menjadi monyet salah satu penunggu hutan itu. 


Tamat. 

Note : 
Akhirnya selsai juga kisah Sardi ini 😂🙏
Teman-teman semua, tolong petik hikmah dari kisah ini, mohon maaf jika ada kesamaan nama atau tempat. 🙏

Kisah ini nyata, dulu saya dengar saudara saya yang cerita, namun alur nya saya kemas lagi, tapi kurang lebih cerita nya seperti diatas, namun nama, tampat dan alur saya kasih bumbu2 lagi agar lebih sedap untuk dibaca. 


Masih ada certia cerita lainnya yang saya akan bagikan, pastinya dari kisah nyata. Coming soon ya 👍🙏👍



mencari pesugihan part 4

Part 4 

        "Mencari pesugihan" 

Sardi merasakan kepalanya seperti ada yang mengelus oleh tangan yang sangat besar dan lebar. Namun Sardi tetap fokus dan tidak membuka mata sama sekali. 
Makhluk besar itu tiba-tiba menghilang, Sardi tidak merasakan lagi sosok itu, ia hanya merasakan tiupan angin yang menerpa tubuhnya. 

Hari berikutnya, ia sangat fokus, sepertinya ia sudah terbiasa dengan rabaan makhluk besar itu, suara-suara desahan yang kadang membuatnya kaget namun Sardi berusaha tetap fokus dan tidak menghiraukan mereka. 

Namun hari itu berbeda, Sardi seolah melihat kampung halamannya, melihat istrinya yang sedang tertidur pulas bersama kedua anak-anak nya, lalu ia pergi kerumah ibu nya disitu ada bibi Sardi yang sedang menginap, sepertinya ibu Sardi sedang tidak enak badan, terlihat ada beberapa ramuan dan kompresan diatas meja. Sardi tersenyum melihat ibunya yang sedang tertidur pulas. 

Lamunannya di buyarkan oleh suara raungan yang sangat dekat di telinganya, Sardi kaget bukan main, namun ia masih memejamkan matanya, ia selalu ingat apapun yg terjadi matanya harus terus tertutup. 

Kemudian, raungan itu hilang. Terbesit Sardi mengingat keluarganya dikampung, apa yang terjadi barusan itu mimpi pikirnya dalam hati. Rasanya kangen sekali sama ibu, Titin walau dia galak dan bawel Sardi merindukan kebawelannya, anak-anaknya yang masih kecil. Setiap kali ia ingat dengan keluarga nya, suara raungan itu muncul. 

Sardi terus fokus dan tidak mau memikirkan keluarganya dikampung, ia harus menyelesaikan ritual keduanya. Ia tidak mau sampai gagal di tengah jalan, misi ini harus selsai. Toh ini semua juga untuk membahagiakan keluarganya. 

Tinggal beberapa hari lagi ritual selsai di laksanakan oleh Sardi, gangguan-gangguan semakin kuat dirasakan, makhluk-makhluk itu sepertinya semakin jail mengerjai Sardi, ia merasakan di datangi oleh monyet-monyet kecil, ada yang mencari kutu dirambut Sardi, ada pula yang tiduran di pangkuan dan sepertinya Sardi di buat seperti boneka disana. Sardi tidak menghiraukan mereka, sepertinya Sardi sudah pasrah dengan keadaan. 

 Hari ini adalah hari terakhir, Sardi sedikit lega, akhirnya ritual kedua hampir ia selsai kan, namun ternyata hari terakhir ini paling sulit ia rasakan, makhluk  besar berbulu itu datang lagi. Kehadiran nya dirasakan Sardi bumi seperti bergetar, sebesar apa makhluk itu, pikir Sardi. Makhluk itu seperti membisiki sesuatu kepada Sardi namun dengan bahasa yang tidak di mengerti oleh nya, kemudian tubuh Sardi seperti diangkat, tubuhnya seperti diputar-putar 360°, kepalanya semakin pusing, namun ia tetap berusaha memejam kan mata, Sardi tidak tahu lagi apa yang terjadi pada dirinya, saat itu Sardi pingsan dan saat terbangun sudah ada kekek Mirsan dan Didin. 

"Kek, Sardi sudah siuman" teriak Didin memanggil kakek Mirsan

"Bagus lah, akhirnya nak Sardi sudah bangun" saut kakek Mirsan datang menghampiri Sardi 

Perlahan lahan Sardi membuka mata dan baangun, kepalanya masih terasa sangat sakit. 

"Apa yang terjadi dengan saya Din ?" Tanya Sardi perlahan 
"Kamu tidak apa-apa Sar, kamu berhasil melakukan ritual kedua" kata Didin 

"Hebat kamu " lanjut Didin sambil mengacungkan ibu jempolnya

Sardi tersenyum, tidak percaya ia sudah berhasil sampai sejauh ini dan bisa menghadapi makhluk-makhluk  tersebut. 
Rasanya lega sekali, Sardi bisa bernafas dengan lega sekarang. Oh belum, Sardi harus melakukan ritual yang ke tiga, entah apa yang harus dilakukannya Sardi belum tahu. 

"Kek, ritual ketiga ?" Tanya Sardi kepada kakek Mirsan 

Didin dan kakek Mirsan saling berpandangan, seolah ada sesuatu yang di sembunyikan mereka berdua. 

"Tenang kan dulu saja dirimu nak Sardi, kalau kamu sudah pulih baru kamu lanjut ke ritual terakhir ini" jawab kakek Mirsan sembari memberikan makanan kepada Sardi 
"Makan lah dulu ini" lanjut kakek Mirsan 

Lalu Sardi mengambil makanan yang diberikan oleh kakek Mirsan, dilihat nya makanan itu adalah jantung pisang yang di bakar, Sardi bingung kenapa ia harus memakan jantung pisang itu, sedangkan ia saja tidak suka dengan jantung pisang. 

"Ayo dimakan walau sedikit" kata kakek Mirsan

Hati Sardi seperti tidak enak, ada rasa gelisah saat memegang hati jantung itu, apakah ia harus memakan jantung pisang itu ?  Diawal kedatangan Sardi kesini kakek Mirsan tidak menyinggung soal tumbal menumbal, beliau hanya menyuruh melaksanakan beberapa ritual, Sardi pun mengiyakan mengikuti serangkaian ritual tersebut, pemikir ia mengorbankan dirinya sendiri bukan keluarganya. Namun, saat memegang jantung pisang itu kenapa hati nya mendadak pilu, hatinya seperti merasa akan kehilangan sesuatu. 

"Gigit sedikit aja terus Telan Sar " kata Didin sambil berbisik
"Itu cuma syarat aja, dulu aku juga gitu kok" lanjut Didin 

Hati nya kacau namun mau tidak mau jantung pisang itu digigit olehnya, namun oleh Sardi tidak di telan. 

"Nah gitu dong, kalau badan kamu udah enakan keluar saja, saya ada diluar bersama kek Mirsan" kata Didin sambil beranjak menuju keluar kamar.

Didin hanya menganggukan kepala, setelah Didin menghilang dari pandangan Sardi, dilepehnya gigitan jantung pisang itu.

"Uhuk uhuk" sardi terbatuk, ada sedikit geli dimulutnya. 

Cepat ia membuang lepehan jantung pisan itu agar tidak ketahuan oleh Didin dan kakek Mirsan. 

Hati nya semakin gundah, ia masih mengingat Allah SWT saat itu dan meminta pertolongan dari Nya. Ah Sardi, apa yang ia lakukan sudah salah dari awal. Ia telah beraninya menyekutukan Tuhan nya. 
Sardi tahu betul apa yang dilakukan salah namun ia terpaksa melakukannya. 

Sardi buru-buru keluar kamar, ia sangat penasaran dengan ritual yang ke tiga ini, dan meminta kakek Mirsan untuk segera memberitahu ritual selanjutnya, lagi pula ia ingin cepat pulang, ia khawatir dengan ibunya didalam mimpi saat ritual pertama ia melihat ibu nya sedang sakit, semoga saja hanya mimpi dan ibu baik-baik saja. 

"Kek, saya sudah baikan, mari kita lanjutkan ritual terakhir, saya sudah siap" kata Sardi suaranya lantang tidak seperti baru pertama datang, sepertinya ritual-ritual kemarin membuatnya menjadi percaya diri.

"Baik nak Sardi, mari kita kehalaman belakang, ritual ini sangat mudah dilakukan, hanya membutuhkan keyakinan dari dalam dirimu saja" jawab kakek Mirsan menjelaskan 

Sardi semakin bertanya-tanya dan semakin penasaran, semudah apakah ritual terakhir itu. 
Didin menepuk nepuk bahu Sardi sambil tersenyum serasa menyemangati Sardi diujian terakhirnya. 

Mereka bertiga pun menuju kehalaman belakang rumah, disana sudah banyak sekali monyet-monyet dari yang kecil sampai yang besar, Sardi sudah tidak asing lagi dengan penampakan itu. Monyet-monyet itu bersorak seperti sedang menunggu menyaksikan sesuatu. 
Mata Sardi menyapu sekeliling monyet-monyet itu, lalu kemudian mereka seperti terdiam setelah kakek Mirsan memberikan sebuah kode kepada mereka. Mendadak lingkungan itu hening, mata monyet-monyet itu menatap tajam kepada Sardi. 

Sardi tidak merasa takut sama sekali dengan monyet-monyet itu. 
"Saya sudah pernah merasakan disentuh oleh raja kalian, jadi kalau cuma diliatin sama kalian monyet-monyet kecil saya tidak takut" gumam Sardi dalam hati sedikit menyombongkan diri.

Tiba-tiba monyet-monyet tersebut naik keatas pepohonan, saat mereka pergi dari halaman rumah terlihat ada 4 pohon pisang berderet disana. 

"Nak Sardi, ini lah ritual yang terakhir, kamu hanya tinggal memilih salah satu pohon pisang yang ada disana untuk di tebang" kata kakek Mirsan menjelaskan 

Sardi memperhatikan pohon-pohon pisang itu, pohon yang pertama masih kecil, pohon yang kedua sudah agak besar namun belum ada buahnya, pohon ke empat sudah besar dan ada buah nya namun belum matang dan pohon yang terakhir sudah cukup tua, buahnya juga sudah matang siap di tebang. 

Didin hanya memperhatikan Sardi yang sedari tadi memandangi pohon-pohon pisang itu. 
"Sudah Din, kamu tinggal pilih saja yang mana saja yang kamu mau, itu hanya sebuah pohon, selangkah lagi kamu bisa kaya" bisik Didin menyemangati sambil memberikan sebuah golok yang sangat tajam. 

"Pergi lah kesana dan tebang salah satu pohon pisang itu, yakinkan dan mantap kan hati mu nak Sardi" saut kakek Mirsan mempersilahkan Sardi untuk segera menebang salah satu pohon.

Sardi berjalan kearah pohon pisang itu lalu mendekati pohon yang paling kecil, Susana semakin hening. Sardi terus memperhatikan pohon kecil itu, tiba-tiba ia mendengar anak bontotnya seperti menangis. Sardi kaget, lalu menoleh kearah Didin dan kakek Mirsan, mereka hanya tersenyum. 

"Pohon ini masih sangat kecil untuk ditebang" kata Sardi dalam hati 

Lalu ia berjalan kearah pohon kedua yang agak sudah besar, terbesit dipikirkannya ia mengingat anak sulungnya. 

"Yang ini juga belum besar pohonnya" lanjutnya dalam hati

Kemudian ia berjalan kearah pohon yang sudah ada buahnya, namun dengan kagetnya Sardi terngiang-ngiang Titin sedang ngedumel. 

"Pohon ini sudah cukup tua namun sayang buahnya masih mentah" gumam Sardi dalam hati 

Kini ia sampai kepada pohon yang terakhir, pohon yang sudah cukup tua dan buahnya juga sudah masak. 

"Nah pohon ini yang siap untuk ditebang, karna suda cukup tua dan buahnya juga sudah bisa dimakan" gumam Sardi 

Namun betapa kaget nya ia seperti ada yang memanggil. 
"Sardi pulang nak.." suara wanita tua yaitu ibu Sardi 
"Pulang.. pulang nak" suara itu seperti terngiang-ngiang di telinga nya. 

Next... 




Selasa, 24 November 2020

mencari pesugihan part 3

Part 3 


Saat keluar rumah Didin berpas pasan dengan Titin. Didin hanya tersenyum saat melihat Titin, seketika Titin terbengong melihat Didin lewat didepannya, sepertinya dia tidak percaya perubahan yang Didin alami. 
Buru-buru Titin masuk kedalam rumah. 

"Akang.. itu tadi si Didin bukan?" Teriak Titin penasaran sambil menaruh anaknya yg balita diatas kursi

"Iya itu Didin tin" jawab Sardi sambil menaruh gelas kedapur 

"Ya ampun bener ya dia sekarang beda banget kang, gagah cakep lagi" saut Titin sambil mengingat ingat wajah Didin.

"Duh memang betul ya kalau orang banyak uang itu kelihatan, dari mukanya aja keliatan berseri seri, percaya diri, gagah berkarisma. Hhmm tidak kaya kang Sardi, mukanya selalu kusut " lanjut Titin sambil membayangkan wajah Didin lalu menyinggung suaminya Sardi 

"Astagfirullah.. Titin, makanya kamu doain akang terus, jangan cuma bisa ngomel terus, judes terus sama suami" jawab Sardi sedikit kesal 

"Gimana gak mau ngomel, gak mau judes kang, mikirin kebutuhan sehari-hari yang ngepas kadang malah kekurangan, boro boro kaya orang-orang bisa beli baju bagus" saut Titin meninggi sedikit emosi 

"Haduh.. ngomong sama kamu itu pasti ujung-ujung nya ngajak ribut tin" jawab Sardi kesal 

Titin hanya diam tidak menyauti  lagi ucapan Sardi. Perkataan Titin semakin memantapkan Sardi untuk ikut dengan Didin, ia tidak ingin lagi ada pertengkaran seperti ini dan ingin sekali menjejali mulut Titin dengan sekoper uang agar mulutnya tidak tajam lagi seperti silet. Perkataan Titin yang sering kali menggores hati Sardi. 

"Akang mau diajak kerja sama Didin" lanjut Sardi memberitahukan kedatangan Didin tadi

"Hah.. kerja dimana kang?" Jawab Titin sedikit kaget 

"Kerja sama dia, besok akang mau berangkat diajak Didin keluar kota" lanjut Sardi menjelaskan 

"Alhamdulilah, akhirnya kang Sardi dapet kerjaan, semoga pulang bawa uang yang banyak ya kang" saut Titin sedikit senang matanya berbinar mendengar Sardi akan bekerja dengan Didin

Sardi hanya menggeleng kan kepalanya, melihat tingkah laku Titin, benar benar mata duitan pikirnya. Tidak lama Sardi kerumah ibunya yang tidak jauh dari rumahnya, ia ingin berpamitan dengan ibu nya dan memingai restu. 

"Bu Sardi mau ke luar kota, mau kerja, ibu doain Sardi ya, Sardi pengen sekali bahagian ibu, pengen sekali renovasi rumah ibu yang hampir roboh ini" kata Sardi sedikit menitikan air mata

Ibu Sardi tinggal dirumah tua, rumahnya hampir roboh jika musim hujan datang bocor dimana mana, ibu nya tidak mau tinggal dirumah Sardi, sering kali Sardi mengajak ibu nya untuk tinggal bersamanya namun ibu nya menolak mengingat mulut Titin yang sedikit bawel membuat ibu Sardi tidak betah berlama lama di rumah Sardi.

"Punten Bu, Sardi mohon maaf jika belum bisa membahagian ibu" lanjut Sardi air matanya semakin deras.


Ibu Sardi  yang sudah tua itu hanya menganggukan kepala, memang ibu Sardi jarang berkomunikasi, mungkin karna sudah tua membuatnya malas untuk berbicara. 
Terlihat air mata ibu nya menetes, seperti tidak merelakan Sardi untuk pergi atau ibu Sardi mempunyai firasat yang lain?. 

 Pagi buta sekali Didin menjemput Sardi, Sardi sendiri pun tidak tahu mau dibawa kemana oleh Didin, ia hanya mengikuti saja apa kata Didin. Sardi menaiki sebuah mobil, hati nya tercengang melihat Didin yang sudah memiliki mobil, dijaman itu mobil adalah barang yang sangat mewah sekali dan baru pertama kali itu ia menaiki mobil mewah. 

"Din, sebenarnya kita ini mau kemana ?" Tanya Sardi 
"Sudah kamu ikut saja dan diam" jawab Didin sambil melanjutkan perjalanan

Beberapa kali Sardi tertidur, dan belum sampai juga tempat tujuan mereka, kendaraan mereka melewati hutan hutan yang sangat rindang, pohon-pohon menjulang tinggi, tidak ada penerangan dijalan hanya mengandalkan penerangan dari mobil saja. Padahal waktu terlihat masih siang, namun jalanan terlihat sudah gelap. 
Dilihat tidak ada satupun kendaraan yang lewat saat itu, perjalanan begitu mencekam menurut Sardi. 

"Din, ini kita masuk hutan kok saya jadi takut ya, mana sepi banget ?" Tanya Sardi sambil sesekali melihat ke arah hutan.

"Sudah Sar, kamu diam saja. Owh iya jika kamu melihat sesuatu diam saja ya "jawab Didin menegaskan 

Sardi hanya diam tidak ingin menanyakan lebih lanjut kepada Didin. Didin hanya fokus kedepan menatap jalanan yang ada dihadapan nya. Sardi mencoba memejamkan mata namun tidak bisa, sesekali ia melihat kearah hutan dan pinggir jalan. Betapa terkejutnya saat ia melihat kearah kiri jalan, ia melihat ada Kakek badannya sedikit membungkuk sedang berjalan. Mobil mereka melewati kakek tua itu, Sardi kagetnya bukan main, ia menegaskan penghilatannya melihat kaca spion namun kakek tersebut sudah menghilang. 

Didin merasakan apa yang dirasakan Sardi, Didin memberikan kode kepada Sardi untuk diam dan tidak membahas apa yang barusan ia lihat. 
Kendaraan mereka memasuki gang kecil, kearah hutan, Sardi melihat kanan kiri masih pohon-pohon rindang namun ada yang berbeda pepohonan tersebut dipenuhi dengan monyet, monyet-monyet itu bergelantungan dan saling bersorak seolah menyambut kedatangan Sardi dan Didin. 

Sardi semakin panik dibuatnya, tapi Didin menenagkan Sardi.

"Tidak apa-apa Sar, tenang saja ya" kata Didin 

Setelah beberapa lama terlihat ada rumah kecil yang dipenuhi dengan monyet saling bergelantungan. 

"Oke kita sudah sampai" kata Didin sambil membuka pintu. 
"Eh tunggu Din, betul nih kita turun, itu banyak monyet kalau kita diserang bagaimana" saut Sardi ketakutan 
"Tenang aja Sardi, monyet-monyet disini sudah jinak kok, ayu kita turun" ajak Didin menenagkan Sardi yang sedari tadi sudah keringatan.

Sardi berdoa dalam hati semoga tidak terjadi apa-apa, walau ia pun tahu bahwa ia datang ketempat itu untuk menduakan Tuhan nya yaitu Allah SWT, namun ia tetap meminta perlindungan terhadap yang Maha pencipta. 
Mereka berdua pun turun dari mobil dengan keadaan badan gemetar. 
Saat mereka menuju rumah kecil itu, monyet-monyet itu memberi jalan seolah mempersilahkan masuk kepada Sardi dan Didin. 

"Permisi.." salam Didin 
Terlihat ada Kakek tua dengan membawa tongkat jalannya sedikit membungkuk. 
Kakek tersebut mempersilahkan masuk. 
Sardi yang sedari tadi tidak fokus, matanya melihat lingkungan yang ada disekitar rumah  lalu dengan kagetnya ia melihat kakek itu seperti yang tadi ia lihat di jalan tengah hutan tadi. 
"Astagfirullah" ucap Sardi kaget 
Kakek itu hanya tersenyum kecil kepada Sardi.  

"Sardi, kenalkan ini kakek mirsan, kakek ini yang akan memandu kamu untuk mengikuti beberapa ritual" kata Didin membuka pembicaraan. 

"Ah iya, salam kek, saya Sardi" jawab Sardi mengenalkan diri terbata bata, bagaimana tidak dari setadi ia menemukan banyak kejanggalan. 

"Tidak usah takut nak Sardi, tenang saja" saut kakek tua itu, suaranya sangat berat dan dalam. 

Sardi hanya menganggukan kepala, ia tidak banyak komentar dan sebetulnya ia sedang berpikir ulang kali untuk mengambil keputusan ini, hatinya kacau namun di sisi lain, Sardi ingin menjadi orang kaya. Saat itu ia dilema berat. 

"Bagaiman nak Sardi?" Tanya kake tua itu membuyarkan lamunannya 
"Ah iya.. kek" saut Sardi asal2an 

"Sar, kamu jangan banyak mikir, udah ikuti saja apa kata kakek itu, kita sudah jauh-jauh kesini, jangan sampai sia-sia. Hati kamu harus mantap, kamu mau kaya bukan?" Bisik Didin memberi semangat kepada Sardi 

"Nak Sardi, nanti ada beberapa ritual, yang pertama kamu harus mandi dipemandian air terjun yang ada di sana, nanti saya antar kamu kesana, kedua ritual selama 1 Minggu puasa mutih (puasa yang boleh makan nasi putih dan air putih saja)  dan yang ketiga nanti jika kamu sudah melewati semuanya baru kakek beri tahu ya"  kata kakek Mirsan menjelaskan

"Baik kek" jawab Sardi agak sedikit berat 

Sardi diajak kesebuah air terjun yang tidak jauh dari rumah kakek tersebut, Didin pun ikut menemani Sardi saat itu.  Tidak berlama lama Sardi langsung melaksanakan ritual pertama nya. 

Perlahan-lahan ia masuk kedalam air terjun yang sangat dingin tanpa busana yang menempel di tubuhnya. Baru saja kakinya yang masuk kedalam air, namun rasa merinding langsung mengguyur tubuhnya yang kerempeng. 
Sardi harus berendam di air itu semalaman sambil memejamkan matanya. Setalah tubuhnya masuk kedalam air yang sangat dingin, tubuh nya seperti mati rasa karena saking dinginnya air terjun itu. 

"Ritual ini dinamakan penyucian, nak Sardi harus berendam selama semalaman dengan keadaan mata tertutup, jika ada yang dirasakan didalam air, jangan dihiraukan. Itulah godaan nya. Jangan ada rasa takut rilex saja" teriak kakek mirsan dari atas. 

Sardi hanya menganggukkan kepala, mendadak ia menjadi berani dan tidak ada rasa takut lagi, mungkin tekadnya sudah bulat ingin menjadi kaya. Apapun yang terjadi akan ia hadapi demi keluarga tercinta nya dikampung. 

Sudah beberapa jam Sardi berendam, terasa tubuhnya seperti ada yang melilit entah itu apa, namun rasanya makhluk itu seperti berlendir panjang, namun seperti pesan kakek Mirsan untuk tidak membuka mata apapun yang terjadi. Lilitan itu semakin keras , sepertinya sebentar lagi badannya remuk oleh lilitan itu. Namun Sardi tetap fokus dan tidak mau merasakan apa yang terjadi dengan badannya. Kemudian, lilitan itu makin lama makin lepas dengan sendirinya, Sardi merasakan seperti ada yang berenang menjauh dari tubuhnya. 

Tak terasa waktu sudah pagi, kakek Mirsan dan Didin datang menghampiri Sardi, Sardi pun suruh keatas menandakan bahwa ritual pertama berhasil ia lalui. 

"Hebat kamu Sar " kata Didin sambil mengacungkan ibu jarinya. 

Sardi hanya tersenyum kecil. 

Singkat cerita, Sardi melanjutkan ritual keduanya yaitu bertapa puasa putih selama satu Minggu, Sardi pun mendengarkan apa yang harus dilakukan dan Payangan apa yang tidak boleh saat ritual itu berlangsung. Sardi menyanggupi nya. 
Ritual kedua pun dimulai, Sardi duduk menyila disuatu tebing, hari pertama ia berhasil lalui, hari kedua badannya terasa seperti di koyak koyak oleh sesuatu makhluk yang badannya berbulu lebat.

Next..  




mencari pesugihan part 2

Part 2... 

     "Mencari Pesugihan" 

Sardi terus berjalan kearah tebing, wanita cantik itu tersenyum kepada Sardi, Sardi yang begitu terpesona, makin mempercepat langkahnya.

Disisi lain, terlihat ada gembala kambing yang sedang mencari rumput disekitar situ, ia melihat Sardi sedang berjalan kearah tebing sambil matanya tertutup, buru buru gembala itu lari menghampiri Sardi yang semakin dekat dengan tebing yang mengarah kelaut lepas. 

"Woy.. kang Sardi berhenti" teriak gembala itu sambil berlari secepat mungkin ke arah Sardi.

Namun, Sardi tidak mendengar ada yang memanggil, ia hanya fokus kepada wanita itu. Sardi hampir dekat dengan tebing itu, tinggal beberapa langkah lagi Sardi tercebur keatas permukaan laut, namun gembala itu keburu sampai menghampiri Sardi lalu menariknya jauh dari tebing. 
"Kang Sardi sadar.." teriak gembala sambil menarik baju Sardi 

Akhirnya, Sardi tersadar, dan bertanya apa yang terjadi dengannya. Kereta kencana tadi sudah hilang begitu saja. 

"Kunaaon kang, sadar eh" kata sigembala itu
"Astagfirulaaah, saya tadi ketiduran dan bermimpi ada kereta kencana disini, manggil-manggil saya, saya gak sadar kalau sampe berjalan sampai sejauh ini" jawab Sardi sambil menunjuk permukaan laut. 

"Ya Allah.. kang Sardi, makanya jangan suka bengong kalau disini bahaya, apalagi kita ngeluh sama lautan. Banyak-banyak istigfar kang" saut gembala itu menasihati 

"Ya tadi saya cuma sedikit kecewa, hati saya sakit" kata Sardi menceritakan kejadian yang dialami hari ini kepada gembala tadi. 

"Astagfirulaaah.. pantes, kang Sardi didatangi sama penunggu pantai selatan ini, kang Sardi lagi tidak berdaya seperti itu, sekarang kang Sardi cepet pulang kerumah, memangnya kang Sardi butuh uang berapa" jawab gembala kaget mendengar cerita Sardi dan sedikit prihatin. Kemudian, gembala itu dengan iklas meminjam kan sejumlah uang kepada Sardi, ia pun pulang kerumahnya dengan perasaan yang bingung bahwa tadi ia bermimpi bertemu dengan ratu pantai selatan. 

  Sering terjadi kepada beberapa orang yang keimanannya sedang turun, mungkin itu ratu selatan atau makhluk lain yang menjelma untuk menyesatkan manusia. Tidak tahu bagaimana selanjutnya kalau Sardi sampai ikut dengan makhluk itu, untung nya Sardi diselamatkan oleh gembala yang bernama Mimin. 

Banyak cerita warga desa setempat,  tidak sedikit laki-laki yang sedang putus asa dibawa oleh makhluk itu ke tengah lautan untuk melakukan perjanjian-perjanjian, diiming imingi diberikan kekayan, ada juga yang tidak kembali dijadikan pembantu kerjaan atau entah lah. Hanya Allah yang Maha tau segalanya. 

 "Gara gara si Didin nih, saya didatangi oleh penguasa pantai selatan, padahal saya juga belum mengiyakan ajakan si Didin " kata Sardi sedikit jengkel sambil menuju rumahnya. 

Sesampainya dirumah, Sardi langsung memberikan uang yang ia dapat dari si gembala kepada Titin. 

"Jangan bilang ini yang hasil pinjem" kata Titin sambil mengambil uang tersebut 

"Ya sudah lah Tin, mau hasil pinjem atau hasil pesugihan, yang penting kamu bisa beli beras dan lauk pauk untuk dimakan" jawab Udin sedikit jengkel 

"Hah? Hasil pesugihan, akang sudah gila?" Saut Titin sedikit kaget 

"Ya tidak lah.. sudah jangan banyak tanya, cepet kamu masak akang lapar banget ini" lanjut Sardi sambil mengambil handuk menuju kekamar mandi yang terdapat diluar rumahnya. 

Sardi tidak cerita kepada Titin apa yang telah terjadi pada dirinya hari ini. Biar lah menjadi rahasia Sardi, ia khawatir kalau Titin tau bisa Jadi gosip sekampung karna Sardi tau Titin yang sedikit bawel dan suka ngerumpi dengan tetangga. 

"Tin.. uang itu di hemat ya" teriak Sardi pada Titin yang sudah berlalu keluar rumah untuk membeli beras dan lauk pauk di warung

"Uang segini dihemat kang, buat sekali kewarung dan bayar utang kemarin juga habis" gerutu Titin 

Sebulan berlalu dari kejadian itu, Sardi sudah lama tidak melaut karna ada sedikit takut untuk ke tengah laut lagi, takut bertemu wanita itu, pikir Sardi. Ia pun kerja serabutan dipasar terdekat. Apa saja ia kerjakan, mengangkat karung, memanggul belanjaan orang lain, setidaknya ada pemasukan harian yang ia dapatkan. 

Saat sedang  mengangkat karung belanjaan, tak sengaja ia bertemu dengan Didin. Saat itu Didin sedang mengantar istrinya belanja kepasar. Didin terlihat berbeda sekarang, badannya agak gemuk dan bersih, wajahnya berseri, pakaian pun sangat rapi dan bgus. 

"Didin sanes ?" Tanya Sardi sambil melihat Didin dari ujung rambut sampai ujung kaki 

"Hei.. Sardi, apa kabar kamu?" Timpal Didin wajahnya berseri 

"Iya..Saya Didin, siapa lagi Sar" lanjut Didin meyakinkan 

"Ya Allah Gusti Didin, kamu beda banget sekarang, baru beberapa bulan tidak bertemu sekarang udah kaya juragan ya!" Kata Sardi terpesona melihat penampilan Didin sekarang. 

"Haha..iya lah, lihat saya sekarang, ini berkat kerja keras saya" jawab Didin memerkan dirinya

"Sombong sekali kamu Din" saut Sardi 

"Becanda Sar, jadi kamu sekarang sudah tidak melaut?" Tanya Didin sambil menepuk bahu Sardi 

"Ya sudah lama Din, saya sekarang dipasar kerja serabutan" jawab Sardi sendu
"Kamu kerja apa, sampe bisa kayak sekarang ini?" Tanya Sardi penasaran

"Saya pengusaha gula merah sekarang sar" jawab Didin 

"Owalah.. pantas saja, saya sudah lama tidak liat kamu dikampung kita" kata Sardi 

"Iya Sar, saya pindah mencari pencerahan" jawaba Didin 

"Kamu bisa saja mencari pencerahan, saya juga mau dong dikasih pencerahan biar kaya seperti kamu sekarang, lihat ini saya dari dulu hidup nya begini-begini saja" kata Sardi membatin 

"Ya udah nanti kapan-kapan saya main kerumah kamu, rumah kamu masih yang dulu kan?" Tanya Didin 
"Iya, masih.. saya tunggu loh Din" jawab Sardi mengharapkan 

Merekapun berpisah dipasar itu, Sardi seperti biasa pulang kerumah saat sore tiba. Kehidupan yang sedari dulu begitu saja membuat Titin belum merasa puas dengan pendapatan harian yang didapat Sardi. 

"Tin, ini uang belanja buat besok ya" Kata Sardi sambil menaruh uang diatas meja

"Kang uang segitu itu tidak cukup buat sehari, belum lagi buat ibu kamu, yang suka numpang makan dirunah" jawab Titin sambil melihat uang yang ditaru diatas meja oleh Sardi 

"Syukurin aja dulu kenapa Tin, akang sudah berusaha dari pagi sampai sore dipasar, memang rejeki hari ini cuma segitu. Owh iya tadi akang ketemu sama si Didin, wah dia sekarang gagah, udah jadi orang kaya punya usaha gula merah" saut Sardi menceritakan pertemuannya dengan Didin dipasar tadi siang. 

"Hah masa ? Dia bukannya sudah tidak dikampung ini lagi ya kang? Soalnya Titin dengar dengar dari gosip ibu ibu kampung, anak sulungnya si Didin itu meninggal dunia, tidak lama mereka pindah dari kampung kita kang" jawab Titin menjelaskan apa yang ia tahu. 

" Inalilahiwainailahi rojiun, serius kamu Tin? Kok akang tidak tahu ya kalau anaknya Didin meninggal, kenapa meninggal nya?" Saut Sardi sedikit kaget 

"Titin juga kurang tau kenapa meninggalnya kang, tapi katanya sih mendadak, cuma sakit panas tidak lama meninggal, dari semenjak anaknya meninggal perekonomian keluarga si Didin semakin membaik, ibu-ibu sih curiga dia pake pesugihan, anaknya jadi tumbal"kata Titin menjelaskan panjang lebar

"Hus.. jangan sembarangan asal menuduh kamu Tin, tidak baik begitu. Mungkin sudah ajal, dan keberhasilan Didin karna kerja kerasnya" jawab Sardi sedikit membentak Titin, ia berpikir positif walau didalam hati nya ia terngiang ajakan Didin untuk mencari pesugihan dulu saat jaman Dimana dia susah, tapi pikira itu ditepis olehnya.

Pagi itu Sardi tidak kepasar, badannya terasa sakit, sepertinya kebanyakan mengangkat karung terigu dipasar. Tidak lama ada suara ketukan pintu. 

"Tok. Tok. Tok" suara ketukan pintu, diiringi suara seseorang memberi salam 
"Assalamu'alaikum" 

Dirumah tidak ada siapa siapa hanya Sardi, Titin entah kemana pagi itu sedangkan anak sulung Sardi sudah berangkat sekolah. 

"Walaikumsalam, sebentar" jawab Sardi sambil buru buru membukakan pintu 

"Didin, ternyata kamu datang juga kerumah saya" sambut Sardi yang ternyata tamu itu adalah Didin

"Iya lah, saya menepati janji saya sama kamu Sar, kamu kenapa sarungan begini?" Jawab Didin 

"Ayu, mari masuk Din ! Saya sedang tidak enak badan, pegel semua" kata Sardi menyilahkan Didin masuk kerumahnya yang sederhana itu. 

"Maaf ini, rumahnya berantakan Din, kamu mau minum apa?" Lanjut Sardi 

"Ah.. kamu kebanyakan mengangkat karung itu Sar, sudah tidak usah repot-repot Sar, saya tidak lama, masih banyak kerjaan" jawab Didin sambil meledek. 

"Haha iya bisa jadi, namanya kerja kuli panggul Din, aduh saya lupa kamu sekarang udah jadi bos jadi sibuk." Saut Sardi sambil berlalu kedapur mengambil segelas air putih, karna hanya itu yang bisa ia hidangkan.

"Saya kesini mau mengajak kamu mencari pencerahan Sar" timpal Didin
"Owh iya, gimana kamu mau ajak saya kerja sama kamu ya Din, alhamdulilah" jawab Sardi sambil menaruh satu gelas air putih diatas meja. 

"Kamu ikut saja dulu Sar, jangankan kerja kamu bisa jadi bos nya" kata Didin memberi semangat 

Sardi hanya diam mendengar kan Didin menjelaskan panjang lebar, Didin membujuk dan merayu Sardi untuk ikut dengan nya, imingian untuk kaya raya dan menjadi bos pengusaha membuat Sardi sedikit tergiur, bagaimana tidak, ia sudah sangat bosan dengan hidup nya yang seperti ini. Titin yang setiap hari manyun karena  tidak puas dengan pendapatan harian Sardi dapatkan dari pasar.  

Sardi berpikir sedikit lama saat itu, apa yang di ucapkan Didin ada benarnya juga batinnya. Ia pun tidak ingin selamanya tenggelam dalam kemiskinan, Ia juga ingin sekali membahagian ibu nya, ingin sekali membelikan Titin baju bagus dan beberapa perhiasan, intinya Sardi ingin menjadi orang kaya. Sepertinya hatinya sudah mantap untuk ikut dengan Didin. 

"Baik Sar, malam besok kita berangkat, kamu jangan bilang ke orang lain, ini rahasia kita berdua sama istri dan ibu kamu juga jangan" kata Didin sedikit berbisik 

Sardi hanya mengangguk, lalu Didin berpamitan untuk pulang.

Next.. 






Mencari Pesugihan

Kisah nyata... 
Saya kemas alur cerita agar lebih menarik untuk dibaca. 
Selamat membaca ✋ 


     " Mencari pesugihan " 

  
"Tidak ada beras, tidak ada lauk, tidak usah makan hari ini" kata Titin sambil membawa anaknya yang masih balita keluar rumah 

"Sabar neng..!" Saut Sardi yang tengah mengambil pancingan yang diletakan didapur. 

"Keadaan lagi sulit, akang sudah berusaha cari pinjaman, tapi yang lain juga lagi pada kekurangan, cari ikan di laut juga lagi seret banget, ini akang mau melaut lagi, semoga ada hasil ikan yang bisa dijual" lanjut Sardi melanjutkan 

"Sabar.. sabar terus, anak masih pada kecil, butuh susu, jangan kan dikasih susu, untuk makan aja susah " jawab Titin suaranya meninggi. 

Titin keluar rumah sambil mukanya masam.

"Braakk" suara pintu dibanting

"Astagfirulaaah..Titin" kaget Sardi sambil mengelus dada 

    Sardi adalah seorang nelayan serabutan, ia mempunyai istri bernama Titin dan mempunyai 2 anak perempuan bernama Siti umur 10 Tahun dan Rara umur 2 tahun. Sebagai nelayan serabutan, kadang uang yang didapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ditambah ia harus menghidupi ibu semata wayangnya. Keadaan sehari hari semakin kesini semakin ruet dipikirannya, bagaimana tidak, kerap kali saat pulang mencari ikan, istrinya Titin bukannya menyambut dengan hangat, namun wajah masam yang ia dapatkan dari sang istri. Boro-boro disiapkan segelas air putih, sedikit senyuman pun tidak pernah Sardi dapatkan. Kekesalan Titin terhadap Sardi tidak lain karna uang yang di berikan Sardi jauh dari kata cukup.

   Pagi itu, Sardi buru-buru menuju bibir pantai yang biasa para nelayan menaruh perahu dayung mereka. Namun, sayang nya Sardi tidak memiliki perahu, ia hanya bisa nemumpang dengan nelayan lainnya untuk melaut. 

"Punten.. Kang, hayu atuh urang mangkat" (permisi, ayu kita berangkat) salam Sardi sambil memasukan jaring. 

"Kien heula, antosan si Didin" (nanti dulu, tungguin Didin dulu) saut rekannya yang bernama Mail. 

"Kamana si Didin, Lila lila teing.."  (kemana sididin lama banget) jawab Sardi tidak sabar

Tidak lama terlihat sosok laki laki sekitar umur 35an datang menghampiri mereka. 

"Hampura.. akang2, lami nya, aduh tadi teh Aya perang dunia ka dua di bumi, biasa lah pacekcok heula Jeung pamajikan !" (Maaf semuanya lama, tadi dirumah ada perang dunia ke 2, biasa berantem dulu sama istri) 
Kata Didin sambil menjelaskan panjang lebar.  

"Sarua atuh Din, urang rek mangkat Oge lain di pangnyienken dadaharen, malah bantingan panto nu Aya.. puyeng aing mah" (sama Din, aku saja mau berangkat bukannya di bikinin makanan, malah bantingan pintu yang didapat) saut Sardi merasakan yang sama. 

"Yaaudah.. hayu mangkat, malah pada curhat " timpal Mail sambil mendorong perahu menjauhi bibir pantai. 

Mereka bertiga pun melaut pagi itu, sudah berjam jam di tengah laut, namun tidak ada satupun ikan yang didapat, sungguh aneh yang dirasakan tiga laki- laki itu, dari pagi sampai siang ikan tak kunjung muncul. 
Akhirnya merekapun pulang dengan tangan kosong. Sardi yang sedari tadi memikirkan nasibnya dirumah nanti bertemu dengan Titin. 

"Kenapa hari ini tidak ada ikan sama sekali ya ?" Tanya Sardi 
"Iya.. aneh banget, seperti ikan-ikan itu habis ditelan oleh lautan" jawab Mail
"Aduh.. riet, pulang kerumah bisa-bisa ada perang dunia lagi, ikan tidak dapat, duit apalagi" saut Didin yang sudah emosi dari tadi. 
"Sama atuh Din, bisa copot itu daun pintu sama istri saya kalau tau saya pulang gak bawa duit "  kata Udin sambil berjalan menuju rumahnya. 

"Hahahaha.. kita ini senasib ya Sar, punya istri galak, tanggungngan banyak" jawab Didin sedikit membatin.

Mereka berdua terdiam sambil berjalan, membatinkan nasib mereka yang suram. Sardi yang sedari tadi memikirkan mau meminjam uang siapa untuk hari ini, seengganya ada uang yang di bawa pulang untuk istrinya dirumah. "Dari pada roboh tuh rumah" gumam Sardi suaranya pelan namun terdengar oleh Didin. 

"Sar, gimana kalau kita nyari pesugihan aja yuk" aja Didin sambil menepuk bahu 
Sardi yang dari tadi melamun, memikirkan mencari pinjaman, di buyarkan oleh pukulan Didin yang sedikit keras. 

"Ah.. Gila kamu Din" jawab Sardi sedikit membentak 

"Biar kita cepet kaya Sar, kamu mau hidup begini begini aja ?" Ajak Didin semangat

Sardi hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan rekannya Didin. Dipertigaan jalan mereka berdua berpisah, karena arah rumah Didin berbeda dengan rumah Sardi. 
"Pikirin dulu Sar.." teriak Didin sambil berlalu dan menghilang di belokan. 

Sardi tidak langsung pulang, ia kerumah tengkulak yang biasa membeli hasil tangkapan ikan di laut. Dengan harapan, tengkulak itu bisa meminjam kan beberapa lembar uang kepadanya. 

"Assalamu'alaikum.." salam Sardi kepada beberapa orang Yang sedang duduk didepan rumah tengkulak yang bernama kang Fajar 

"Punten, kang Fajar ada dirumah tidak ya?" Lanjut Sardi menanyakan keberadaan kang Fajar 
"Ada didalam, masuk saja" jawab salah satu bapak yang sedang duduk

Dilihat didalam kang Fajar sedang menghitung uang, ah kebetulan sekali Sardi mau pinjam uang, kang Fajar sedang membereskan uangnya. 

"Tot..tok..tok" suara ketukan pintu 
"Ya " saut kang Fajar 
"Punten kang, Aya perlu." Jawab Sardi 
Seperti nya maksud kedatangan Sardi sudah tercium oleh kang Fajar. 
"Aya naon Sar? Pasti mau pinjem duit nih romannya" kata kang Fajar meledek

Sardi hanya cengengesan dan menganggukan kepala yang menandakan bahwa betul maksud ia menemui kang Fajar untuk meminjam uang. 

"Sardi.. yang kemarin aja belum kamu bayar" lanjut Kang Fajar 

"Iya, kang punten, saya janji ini terakhir kali saya pinjam, hari ini melaut tidak dapat ikan kang, anak saya butuh makan" jawab Sardi sedikit sendu 
"Aduh.. kamu itu Sardi, atuh cari kerjaan lain, berusaha dong, mau sampai kapan kamu itu pinjem-pinjem terus, makin lama makin numpuk, mau bayar pake apa? Pake rumah rombeng kamu ?" Kata kang Fajar sedikit emosi 

Mendengar kang Fajar berkata seperti itu, hatinya seperti disayat, sakit nya bukan main seperti disambar geledek di tengah hari bolong. Betapa teganya kang Fajar berkata demikian, Sardi memang beberapa kali meminjam uang dari kang Fajar dan sampai sekarang belum ia bisa kembalikan. 

"Saya gak bisa kasih kamu pinjaman uang lagi" lanjut kang Fajar sambil tangannya menyuruh Sardi keluar dari rumahnya. 

Sardi pun pergi dari rumah itu dengan hati pilu, ia tidak langsung pulang kerumahnya. Ia berjalan kearah pepohonan kelapa yang berada di dekat pantai, kerap kali ia memenangkan diri di dekat pohon kelapa sambil melihat laut lepas nan indah. 

Sesampainya disana dengan perut yang sedari tadi berbunyi meminta di isi, Sardi memanjat pohon kelapa untuk meminum air dan memakan isi buah kelapa untuk mengganjal perutnya yang sudah dari tadi memberontak.

"Ya Allah.. kenapa nasib saya seperti ini? Kenapa Kau persulit jalan Rejeki hamba Ya Allah.." rintih Sardi, tanpa sengaja air matanya sudah membasahi pipi nya yang tirus itu. 

"Bbbbyaarrr.." suara ombak yang menerpa batu karang. 
  laut lepas dan desiran ombak yang menghantam batu karang menjadi saksi bisu 
Kisah pilu yang dirasakan Sardi. ombak-ombak itu sepertinya merasakan apa yang dirasakan oleh Sardi, entah kenapa semakin lama ia memandangi ombak-ombak itu semakin deras pula air mata yang keluar dari matanya, seolah ia sedang melampiaskan kekecewaan nya terhadap Sang Pencipta. 

"Saya sudah beribadah kepada Mu, tapi kenapa kau tidak melancarkan rejeki hamba !"lanutnya merintih  

Dibawah pohon kelapa yang cukup sejuk dan angin sepoi-sepoi dari arah lautan membuatnya semakin tenang, air matanya tidak lagi menetes, hati nya kini terasa damai dan tentram. Matanya terus tertuju memandangi lautan luas  dan ombak-ombak yang menerpa. 
  
Tidak lama kemudian, dihamparan laut yang luas Sardi melihat seperti ada sesuatu yang berjalan, semakin lama benda yang bergerak itu terlihat jelas yaitu sebuah kereta kuda yang berjalan diatas lautan. Di dalam kereta kuda itu terdapat seorang putri yang sangat cantik jelita memakai pakain seperti pengantin adat Jawa. Sardi kaget bukan kepalang menyaksikan apa yang sedang ia lihat. Kereta kuda itu berjalan kearah dimana ia duduk, makin jelas terlihat bahwa kereta kuda itu seperti dari kerajaan-kerajaan jaman dahulu kala. Kemudian, kereta kuda itu berhenti tepat didepan sardi, namun masih diatas permukaan air laut. Wanita cantik itu berdiri dari tempat duduknya lalu  melambaikan tangan kepada Sardi seolah menyuruh Sardi untuk mendekat. 

Sardi menoleh ke kanan kekiri memastikan hanya dirinya yang berada dibawah pohon tersebut. 
"Saya.. " kata Sardi sambil tangan nya mengarah kedadanya

Wanita itu hanya menganggukan kepala, dan mengayunkan tangannya memberi tanda kepada Sardi untuk segera menghampirinya. 

Sardi seperti terhipnotis oleh kecantikan wanita yang berada diatas kereta kencana itu, tanpa berfikir lebih lama ia pun berdiri dan berjalan kearah kereta kencana itu terparkir. Ia lupa kalau di depan itu tebing yang mengarah ke laut lepas, namun Sardi tetap berjalan seolah terpana dengan wanita itu. 

Next... 
 



 






 

Jumat, 20 November 2020

PENUNGGU RUMAH

Kisah ini dialami oleh ibu rumah tangga di Rumahnya. 
Saya kemas lagi alur ceritanya agar lebih menarik untuk dibaca. 
Selamat membaca dan semoga terhibur✋


        "  Penunggu rumah !" 

  Ibu Ida adalah seorang ibu rumah tangga yg merangkap menjadi tulang punggung keluarga. Setelah suaminya kena PHK beberapa tahun lalu, kebutuhan sehari dia dapatkan dari  menjual beberapa macam kue yang  dititip kan di pasar  dekat rumahnya, dengan hasil itulah dia bisa memenuhi kebutuhan sekolah dan lain sebagainya. 
 
Pagi itu seperti biasa, ibu Ida bangun pagi sekitar jam 2 malam, untuk mulai mengerjakan kue-kue nya yang akan dititip dipasar. Namun kok rasanya malam ini terasa sangat malas untuk bangun. 
"Triiinngg.. triinng... " Alarm yang sudah berbunyi sedari tadi 
"Hmmmm .... 5 menit lagi deh" gumam Bu Ida yg masih mengantuk. 
Lalu Dy mematikan alarm yang membangunkannya, dan melanjutkan tidur. 
5 menit sudah lewat, ibu Ida tak kunjung bangun, sepertinya dia kelelahan. 

"Bangun.... " Suara seseorang sambil mengoyakan kaki ibu Ida 
"Hhmnmmm" gumam Bu Ida tidak menghiraukan 
"Bangun...  " Untuk ke2 kalinya seseorang membangunkan Bu Ida sambil dengan sedikit kencang mengoyakan kaki ibu Ida. 
Ibu Ida tetap saja tidak menggubris suara yang hendak membangunkannya. 

"Baaanguuunnn.... !" Sambil memukul kaki ibu Ida dengan cukup keras 

"Aaahhhh... Iyaaa... " Teriak Bu Ida kaget. 
Ibu Ida langsung bangun dan duduk di samping ranjang, dan melihat suaminya masih ngorok.
Buru2 Dy keluar kamar dan melihat anak-anaknya tertidur pulas  didepan TV.

"Astagfirullah.. jadi siapa yang membangunkan saya tadi ?" Kata ibu Ida sedikit takut, pukulan yg cukup keras tadi masih sangat pedih dirasakan dikakinya. 

"Ahh yaa sudah lah, mungkin saya tadi hanya bermimpi " kata ibu Ida berfikir positive, tapi dia pun berifikir  tidak mungkin mimpi senyata itu, kakinya pun masih terasa sakit. 
Tapi ibu Ida tidak mau memikirkannya lagi, karna teriakan dan pukulan dikakinya tadi yang telah membuat dirinya terbangun dan terjaga. 
Ibu Ida lekas kedapur dan menyiapkan semuanya untuk membuat kue, saat asyik2nya membuat kue. Ibu Ida merasakan ada gelas digeser, namun dia tidak mau menghiraukannya. Dia pun melanjutkan kesibukannya. 

"Waduh.. panggangan nya udah mau matang, siap diangkat " kata ibu Ida sambil mencari2 kain lap 
"Mana sih ini kain lap.. perasaan tidak jauh dari oven" gumam ibu Ida sambil matanya mencari kain lap itu berada 
"Perasaan tadi ada disini deh... Aduh.. gosong deh kue nya.. !" Kata ibu Ida sambil berlari ke luar dapur untuk mengambil kain lap baru yang masih dijemur. 

  Buru2 Dia masuk kembali kedapur untuk mengangkat kue yang masih terpanggang di dalam oven.
Namun, setelah masuk dapur, Dia melihat dengan jelas kain lap itu ada di samping oven. 
"Astagfirullah.. ini kain  lap yang saya cari dari tadi .. " kata ibu Ida sambil melempar lap tersebut karna jengkel.

Kejadian seperti itu kerap kali terjadi, ibu Ida sudah tahu bahwa ada makhluk lain dirumahnya yang sering kali mengajak komunikasi. Awalnya ibu Ida merasa tidak nyaman, namun lama kelamaan hal tersebut menjadi hal yang biasa bagi nya. 
 
Beberapa waktu lalu, saat dia menonton tv diruang tengah, dia melihat suaminya sedang didapur, entah apa yang dilakukannya. Ibu Ida masih sibuk dengan tontonannya, saat itu anak2 tidak ada dirumah hanya ada dia dan suaminya. 
"Ayah.. tolong nanti sekalian ambilkan minum ya.. " teriak ibu Ida meminta tolong matanya hanya melirik sebentar, terlihat suami masih di dapur, lalu ibu Ida melanjutkan menonton TV. 
Tidak lama kemudian suaminya tersebut masuk kedalam kamar.
"Dih.. si ayah..orang ibu minta tolong ambilin air, dia malah masuk kamar.. "gumam ibu Ida sedikit emosi. 

Selang beberapa menit ibu Ida mau beranjak dari duduknya untuk kedapur, suaminya baru masuk kedalam rumah. 
"Cekrek.. " suara pintu terbuka.
Dilihat suaminya baru datang dari arah luar rumah. 

Sontak ibu Ida kaget, matanya melotot dan mendadak diam. 
"Loh ibu ini kenapa.. " kata suaminya heran sambil masuk kedalam rumah 
"Ayah  dari mana ? " Tanya ibu penasaran 
" Dari tadi ayah memang ada diluar, motongin rumput " saut ayah sambil berlalu melewati itu. 

"Ya Allah... Terus siapa yang tadi saya lihat ? Bener kok tadi itu siayah yang didapur dan masuk kamar " gumam ibu Ida sambil berpikir 
"Memang kenapa ibu", tanya ayah dari arah dapur 
" Gpp yah... Ibu pikir ayah tadi didapur " teriak ibu dari ruang tamu, ibu Ida tidak cerita apa yg barusan terjadi, dia pun tidak berani cerita dengan anak2nya.. khawatir anaknya takut jika berada dirumah. 

   
Malam itu masih sekitar jam 8 malam, hanya ada ibu Ida dan anaknya yg sulung, suaminya sedang keluar dan anak2nya yg lain entah kemana mereka, mungkin main. 
Saat itu ibu Ida berada di kamar depan, sedang merebahkan dirinya keatas kasur. 
Posis kasur menghadap jendela, jendala kamar memiliki kaca yg bermotif, kaca tersebut tidak bisa menembus jika dilihat dari luar, namun yang didalam bisa melihat kearah luar dengan jelas. 
    Sedang asyik ibu Ida rebahan, saat dia membalikan badannya kearah jendela, betapa kagetnya, dia melihat ada sosok pocong di depan kaca jendela, pocong tersebut melotot kearahnya, matanya bulat hitam,  terlihat sangat seram. Lalu Bu Ida mengucek2 matanya.
" Astagfirullah.. apaan itu " kata ibu Ida sambil menegaskan penglihatannya, setelah Dy benar2 memperhatikan sosok pocong tersebut, dan sosok pocong terebut juga sedang melotot kearah ibu Ida, padahal kaca tersebut kalau dari luar tidak terlihat orang yg ada didalam. 
Sontak ibu Ida memanggil anak sulungnya. 
"Mas... Cepet kesini... " Teriak ibu ida, matanya masih melihat sosok tersebut
"Cepetttt mas sini... " Teriak kembali ibu Ida.. sosok tersebut masih terlihat.
" Ada apa Bu.... ?" Saut anak sulungnya sambil menghampiri ibu Ida.
"Mas sini, tuh liat diluar ada pocong, kita lihat keluar yu... " ajak ibu Ida penasaran, apakah benar itu sosok pocong atau dirinya sedang di prank oleh anaknya yang lain.

Karna belakangan ini ibu Ida sering melihat banyak sekali tontonan soal  prank 😁

  "Mana sih Bu pocong... ?" Saut anaknya yg sulung.
"Udah cepetan kita keluar " suruh ibu sambil menarik anaknya kedepan rumah. 
Merekapun sedikit berlari menuju halaman rumah, dan ternyata sosok pocong itu sudah menghilang. 

"Mana Bu ? Orang gk ada pocong, ibu jangan nakutin deh " kata anak sulungnya sedikit was was .
" Ihh beneran tadi ibu liat di sini ada pocong, mata item gitu, kaya di film2" saut ibu menjelaskan
"Aah.. ibu halu kali.. kebanyakan nonton horror " jawab anaknya sambil meninggalkan sang ibu di luar. 
"Perasaan saya lagi gak ngantuk dan gak ngehalu deh... ! " gumam ibu sambil membalikan badan menuju pintu depan. 
Betapa kagetnya, dia seperti ada yang meniup wajahnya. Ibu Ida langsung buru2 masuk kedalam rumah. 
    
      Saat menyiapkan bahan2 kue didapur, ibu Ida melihat catatan apakah ada pesanan atau tidak untuk besok yang sudah tertempel di kulkas, tiba2 saat mau melangkah kearah kulkas catatan yg tertempel dikulkas tiba2 seperti terbang, lalu jatuh kekolong. 
"Astagfirullah.. mau kemana itu catatan" kaget ibu Ida, sambil memperhatikan catatan itu
" Aduh... Kenapa sih bisa terbang gini, perasaan gak ada angin deh.. "gumamnya jengkel. Ibu Ida memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan makhluk2 yg ada dirumah itu.
"Udah dong.. saya tahu kalian itu ada, tapi tolong jangan menampakan diri atau jail dirumah ini, kita saling berdampingan saja, maaf kalau saya dan anak2 saya mengganggu kalian, tapi ini rumah kami, tempat tinggal kami.. mohon dengan sangat jangan menganggu, apalagi keanak2 saya, kalian boleh tinggal dirumah ini asal jangan ganggu, kalau sampai kalian ganggu saya akan manggil pak ustad untuk usir paksa kalian " kata ibu Ida panjang lebar sedikit agak takut tercampur dengan rasa jengkel. 

Tidak lama kemudian anak sulung ibu datang
" Ibu.. ngomong sama siapa?" Tanya anak sulungnya. 
Ibu Ida sedikit kaget 
"Gpp mas... Hehee " ibu Ida sambil cengengesan. 
" Ihh ibu kayaknya butuh piknik nih ... " Ledek sianak sulung 
" Nah.. itu kamu tau, ibu mu ini butuh piknik.. butuh liburan hhhaaa" jawab ibu Ida sambil terbahak. 
  
       Keesokan hari nya, ibu Ida kedatangan ibu nya dari luar kota, ibu itu sudah paruh baya, namun masih terlihat gagah. Sebut saja dia emak. 
"Bu.. kalau mau rebahan dikamar Ida aja ya.. " suruh ibu Ida kepada emak yg baru datang itu. 
"Gk mau... Ibu mending rebahan depan TV" 
Saut orang tua ibu Ida. 
"Loh kenapa ? " Kata ibu Ida 
" Kamar mu itu banyak penunggunya.. ibu kalau rebahan disitu suka diliatin, kan ibu jdi malu.. " jawab emak menjelaskan. 
 "Hhmm.... " Ibu Ida tak berani menjawab lagi, karna memamg benar, diapun kerap kali merasakan hal yang sama dikamar itu, tapi dia sudah terbiasa. 

" Nanti siang Ida mau ke pasar induk mau beli bahan2 kue ya Bu, ibu mau ikut ?" Ajak ibu Ida. 
" Ora.. ibu dirumah saja.. " jawab emak singkat.
" Yasudah... Ada anak2 qo dirumah" kata ibu Ida. 

    Siang itu ibu Ida pergi kepasar induk, dirumah hanya ada emak dan anak2nya.. tapi tidak lama kemudian anak2 ibu Ida satu persatu pergi keluar untuk main, sedangkan suami Bu Ida sudah sedari tadi pergi kemasjid. Emakpun sendirian dirumah saat itu. 
" Kotor sekali ini rumah, sebaiknya saya menyapu dulu " katanya sambil kedapur mengambil sapu. 
Setelah setengah bagian rumah itu disapu, emak melihat ada sosok makhluk didapur, dia agak sedikit kaget namun tidak begitu saja berlari. 

Sosok itu tinggi, tubunya kurus, lehernya sangat panjang sehingga kepalanya nyaris mengenai atap rumah. Kepalanya sedikit agak lonjong, seperti alien, matanya bulat. 
Makhluk yang tidak tau namanya itu sedang memperhatikan emak yang sedang menyapu.
Lalu emak memberanikan diri bertanya pada makhluk itu. 
"Heii.. kamu setan ya ... Iya kan kamu setan..  " tanya emak seperti meledek. 
Makhluk tersebut hanya melotot, dan makin melebarkan matanya. 

Emakpun langsung melempar sapu yang tengah dipegangnya, dia baru tersadar itu betulan makhluk halus penunggu rumah anaknya, dia mengira hanya halusinasi nya saja, ternyata makhluk itu nyata dan menampakan diri.  Dia pun tanpa basa basi lagi dengan makhluk tersebut langsung lari kedepan rumah dan tidak berani untuk masuk kedalam rumah. Hatinya kacau saat itu, rasanya dia ingin pulang saja kerumahnya. 

"Saya pikir itu bukan setan... !" Gumam emak was-was 
"Mana sih ini si Ida dan suami nya gk pulang2" lanjutnya sambil mengurutu
Tak lama kemudian suami ibu Ida pulang.
"Loh ibu qo diluar ?" Tanya suami ibu Ida 
"Iyaaa ibu takut... Makhluk penunggu rumah kalian nampakin diri didepan muka ibu" ketus ibu sambil mukanya ditekuk
"Hhhhahaha.. ibu ini ada2 saja ... Mana ada setan' siang gini toh Bu... ! " Saut suami ibu Ida sambil terbahak
"Yo wes.. kalau tidak percaya... " Jawab ibu mertuanya jutek. 
"Yasudah... yuk kita masuk.. " ajak suami ibu Ida 
"Ora... Ibu takut..  " jawab emak makin ketus
Suami Bu Ida tidak menanggapi dan langsung mengecek kedalam rumah.. namun didalam rumah tidak terlihat ada makhluk apapun, hanya ada sapu yang tergeletak dilantai. 
"Buu.. setannya udah pergi .. sini masuk " teriak suami ibu Ida dari dalam rumah. 



 

Sekian dulu... 

Note : 
Kapan2 dilanjutin lagi kalau tokoh ibu Ida mau cerita lagi cerita mistis yg ada dirumahnya. 

Terimakasih yg  sudah membaca ✋